Delapan ekor Kukang Jawa dilepasliarkan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat dan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) bekerjasama dengan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI).
Pelepasliaran delapan Kukang Jawa di Kawasan TNUK pada 14 Agustus 2025 merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2025.
Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) adalah primata endemik Pulau Jawa yang kini berstatus “terancam punah” menurut IUCN dan Appendix I CITES.
Maka dari itu, hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen dan sinergi bersama dalam upaya pelestarian satwa liar Indonesia, khususnya perlindungan primata endemik yang terancam punah.
Kepala Balai TNUK, Ardi Andono menyampaikan, kolaborasi multi-instansi ini penting untuk memastikan transisi Kukang Jawa dari pusat rehabilitasi menuju habitat aslinya.
"Kegiatan ini berjalan lancar dan berkualitas," ujarnya dalam keterangan tertulisnya.
Di kesempatan yang sama, Kepala BBKSDA Jawa Barat, Agus Arianto berharap agar ke depan lebih banyak lagi pihak-pihak yang berkontribusi dalam menjaga kelestarian satwa liar, khususnya satwa yang dilindungi.
Tidak memburu, tidak diperjualbelikan maupun memelihara satwa liar secara ilegal ditekankan oleh Agus.
Seluruh perdagangan Kukang Jawa dilarang secara hukum di Indonesia, dan satwa ini telah ditetapkan sebagai hewan dilindungi melalui UU No. 32 Tahun 2024 dan Permen LHK No.P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018.
“Diharapkan para pihak dapat berkontribusi dalam menjaga kelestarian satwa liar, khususnya satwa dilindungi, dengan tidak memburu, memperjualbelikan, maupun memelihara satwa liar tersebut secara ilegal,” terangnya.
Manajer Animal Management YIARI, Nur Purba Priambada menekankan proses habituasi agar Kukang Jawa bisa beradaptasi sebelum dilepasliarkan.
"Kami tidak hanya melepasliarkan, tapi juga memastikan setiap individu punya peluang yang besar untuk bertahan hidup di alam,” ungkapnya.
Proses habituasi adalah proses pemberian waktu untuk memulihkan diri pasca transportasi dari pusat rehabilitasi ke tempat pelepasliaran.
Dalam proses ini hewan diberikan waktu untuk mengenali lingkungan barunya sebelum dilepasliarkan ke alam.
Dalam waktu lima hari, penyesuaian lingkungan berlangsung dengan monitoring ketat oleh para tim.
Lokasi pelepasliaran telah ditentukan berdasarkan survei yang mempertimbangkan ketersediaan pakan alami, populasi kukang liar yang rendah, serta jauh dari pemukiman warga.
Sementara itu, Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menegaskan pelepasliaran bukan akhir dari proses konservasi, melainkan bagian penting dari perjalanan panjang yang melibatkan banyak pihak.
"Kami percaya kolaborasi antara pemerintah, organisasi konservasi, dan masyarakat adalah kunci,” jelasnya.
Sebagai informasi delapan Kukang Jawa yang dilepasliarkan terdiri dari
Seluruh Kukang Jawa tersebut merupakan hasil rehabilitasi YIARI yang sebelumnya merupakan korban perdagangan ilegal, serahan masyarakat, maupun kasus lain seperti sengatan listrik.
Selain berasal dari wilayah kerja BBKSDA Jawa Barat (Ipeh, Agam, dan Anoda), beberapa kukang lainnya berasal dari BKSDA Yogyakarta (Banowati dan Bano), serta PPS Cikananga (Tao-tao, Pointer, dan Trevor).
Sumber: Yiari.or.id