Sejak Indonesia terkena pandemi Covid-19, istilah Work From Anywhere (WFA) semakin akrab di telinga kita. Bekerja tanpa datang ke kantor bukan lagi karena keadaan darurat, melainkan menjadi tren yang banyak diikuti oleh masyarakat hingga saat ini.
Gen Z, generasi paling adaptif menghadapi budaya kerja seperti ini. Gen Z sudah terbiasa hidup berdampingan dengan teknologi, maka tidak heran jika saat ini banyak dari mereka yang bekerja secara WFA.
Bagi Gen Z, fleksibel adalah surga duniawi, bekerja di rumah, kafe, atau saat berlibur bukanlah masalah.
Dengan WFA, mereka bisa mengatur jam kerja sesuai keinginan, menghemat biaya transport, tidak mempunyai tekanan fisik, lebih terbuka untuk melakukan hobi.
Di Indonesia, pada 2024 sebanyak 34 persen Gen Z memilih bekerja secara WFA. Sementara itu, Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Banten, pada 2024 terdapat 18,01 persen pekerja paruh waktu. Hal ini sejalan dengan tagline gen z “work life balance” yang menjadi prioritas utama.
Realita Work From Anywhere
Meskipun WFA terlihat lebih enjoy, nyatanya tidak seindah itu. Bekerja dengan jarak jauh membuat kita tidak tahu batas antara jam kerja dengan kehidupan pribadi. Tuntutan untuk balas pesan cepat membuat kita seringkali harus 24/7 standby handphone.
Disamping itu, kebiasaan multitasking dan aktif bermedia sosial juga berisiko mengalami burnout karena jam kerja yang tidak jelas, merasa tidak punya teman karena tidak berinteraksi tatap muka, dan biasanya tuntutan untuk lebih perfectionist jauh lebih besar.
Akibatnya, kesehatan fisik maupun mental ikut terganggu karena tidak bisa membagi waktu dan pikiran antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi. Jika hal ini terus terjadi, motivasi bekerja akan menurun dan kualitas kerja akan rendah.
Pilihan atau Tantangan?
Namun, poin utamanya tetap pada prinsip diri sendiri. Apakah dengan WFA lebih banyak waktu santainya atau justru membuat burnout?
WFA bukan soal fleksibel, tapi juga tentang apakah sudah terampil dalam literasi digital Jawabannya ada pada kebiasaan tiap generasi, karena sama-sama saling memiliki keseharian yang berbeda.
Jika mampu membagi waktu, disiplin, tidak mudah bosan, dan cekatan, WFA bisa menjadi solusi untuk pekerjaan yang dimimpikan banyak orang.
Sebaliknya, jika dibiarkan tanpa kendali, WFA bisa membuat kita terjebak dalam lingkaran stress dan lelah.
WFA layaknya angin, memberi kesejukan tapi juga menyimpan risiko jika terlalu larut. WFA bukan hanya soal bekerja di mana saja, melainkan bagaimana kita mampu mengelola energi, waktu, dan diri sendiri.
(Nadila Alsadila/MGNG)
Sumber: banten.bps.go.id & goodstats.id