Di Banten, beras seringkali dianggap sebagai satu-satunya makanan pokok. Bahkan, banyak dari kita yang merasa "belum makan” kalau belum mengonsumsi nasi.
Tapi tahukah kamu, terlalu bergantung pada satu jenis makanan pokok seperti beras bisa menjadi tantangan untuk ketahanan pangan nasional?
Inilah mengapa diversifikasi pangan menjadi langkah cerdas yang perlu diterapkan.
Menurut Badan Pusat Statistik 2024, rata-rata konsumsi beras di Banten dalam seminggu mencapai lebih dari 12 ribu.
Angka ini jauh diatas rata-rata pangan beras nasional jika dihitung dalam setahun.
Ketergantungan pada beras yang berlebihan bisa berdampak pada kerentanan pangan jika suatu saat gagal panen atau adanya gangguan pada distribusi beras.
Selain itu, pola makan yang terlalu berfokus pada nasi menyebabkan kurangnya variasi gizi.
Di samping itu, ketergantungan pada beras juga membebani anggaran negara karena dalam case ini Indonesia masih sering impor beras untuk menutupi kebutuhan dalam negeri.
Apa Itu Diversifikasi Pangan?
Diversifikasi pangan merupakan upaya meningkatkan ketersediaan konsumsi pangan yang beragam, bergizi, dan berbasis pangan lokal untuk mengatasi ketergantungan pada jenis pangan tertentu.
Diversifikasi pangan dilakukan agar masyarakat mendapatkan kualitas pangan yang baik, memperkuat ketahanan pangan nasional, dan memanfaatkan kekayaan sumber daya pangan lokal.
Diversifikasi pangan juga kaya akan karbohidrat seperti:
Tantangan Diversifikasi Pangan
Hal yang paling diutamakan dalam diversifikasi pangan adalah pola pikir masyarakat.
Hal ini dikarenakan selama masih ada pemikiran bahwa “makan harus nasi” maka program ini akan sulit untuk berhasil.
Oleh karena itu, diperlukan adanya kampanye secara berkelanjutan melalui sekolah, media sosial, hingga gerakan pemerintah melalui Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Melakukan diversifikasi pangan bukan berarti berhenti untuk makan nasi, tetapi memulai membiasakan diri dengan sumber pangan lokal yang ada di lingkungan sekitar.
(Nadila Alsadila/MGNG)
Sumber: