Pesatnya perkembangan teknologi digital membuka peluang banyak dalam berbagai bidang keilmuan, pengetahuan, wawasan serta kebebasan dalam berekspresi. Tetapi dibalik kemajuan teknologi ada ancaman nyata dari segi keamanan, demokrasi bahkan sampai privasi setiap penggunanya.
Warga sedulur Banten pernah melihat tidak sebuah video yang menampilkan seorang tokoh publik sedang mengucapkan hal kontroversial padahal kenyataannya, ia tidak pernah mengatakannya. Atau foto yang terlihat sangat nyata, tapi ternyata hasil rekayasa teknologi. Fenomena ini dikenal dengan istilah Deepfake, sebuah produk dari kecerdasan buatan (AI) yang semakin canggih.
Deepfake adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan artificial intelligence (AI) yang memanfaatkan metode deep learning untuk memanipulasi atau merekayasa konten digital berupa gambar, audio, maupun video sehingga tampak seolah-olah autentik.
Melalui teknik ini, wajah, suara, maupun gerak tubuh seseorang dapat ditiru dan diproyeksikan secara realistis, sehingga sulit dibedakan dengan konten asli.
Teknologi ini menggunakan jaringan saraf tiruan (neural network) untuk mempelajari pola wajah, suara, atau ekspresi seseorang, lalu menempelkannya pada video atau audio lain. Hasilnya sering kali begitu halus dan realistis, sehingga orang awam sulit untuk mendeteksi bahwa hasil rekayasa alias palsu.
Kecanggihan Deepfake kini menjadi tantangan terbesar di dunia digital. Teknologi ini bisa manipulasi wajah, suara, bahkan gerakan seseorang dalam bentuk foto maupun video, sehingga sulit dibedakan dengan kenyataan. Jika tidak disikapi dengan bijak, deepfake berpotensi merusak reputasi, menyebarkan hoaks, hingga memicu konflik sosial.
Beberapa ancaman deepfake yang harus warga sedulur Banten ketahui :
Deepfake sangat berpotensi dimanfaatkan untuk membuat video manipulatif yang menampilkan seseorang seolah-olah melakukan tindakan ilegal dan tidak pantas. Tujuannya untuk merusak reputasi, melakukan penipuan, atau bahkan penggelapan.
Deepfake bisa dijadikan instrumen propaganda untuk memengaruhi opini publik, biasanya digunakan untuk menjatuhkan lawan politik dengan menampilkan ucapan atau tindakan yang tidak pernah dilakukan.
Teknologi ini bisa digunakan untuk membuat video pornografi palsu tanpa persetujuan pihak yang bersangkutan, hal ini merupakan bentuk kekerasan seksual berbasis digital, Dampaknya sangat serius, mulai dari trauma psikologis, merusak nama baik, hingga ancaman kekerasan fisik terhadap korban.
Deepfake dapat digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan berita bohong (hoaks) maupun disinformasi. Konten manipulatif seperti itu berpotensi menciptakan kekacauan, menyesatkan masyarakat hingga menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap informasi yang beredar di ruang digital.
Menghadapi era teknologi terutama deepfake diperlukan literasi digital sebagai kunci untuk menangkal hoaks.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh warga sedulur Banten:
Deepfake hanyalah salah satu contoh dari pesatnya perkembangan teknologi AI. Tantangannya besar, tetapi peluang untuk belajar juga tak kalah besar. Dengan literasi digital, kita bisa menjadikan dunia virtual sebagai ruang yang aman, sehat, dan bermanfaat. Karena pada akhirnya, bukan teknologinya yang menentukan baik atau buruk, tetapi bagaimana manusia menggunakannya.
(Moh.Fahmi Fauzan/MGNG)
Sumber: komdigi.go.id